Kangen Tan Pegatan.

Entah mengapa, setiap saya mendengarkan lagunya Yong Sagita yang berjudul Kangen Tan Pegatan, saya jadi teringat akan kenangan masa-masa yang telah silam. Ingatanku melayang pada peristiwa di era 2000-an. Dimana ketika itu saya bekerja di daerah pariwisata Ubud yang terkenal dengan wisata Monkey Forest-nya. Dan juga tersohor dengan obyek wisata burung Kokokan di desa Petulu Ubud. Saat itu saya bekerja di Artshop Ratni Goa Lawah sebagai tukang semir patung kayu. Kenapa Artshop tempat saya bekerja dinamakan Goa Lawah? Karena di lantai dasar Artshop tersebut ada goa yang dipenuhi dengan kelelawar. Di Artshop tersebut saya kenal dengan seorang gadis yang bernama Kadek Sudani yang berasal dari desa Dukuh Kendran Tegallalang Gianyar. Singkat cerita, akhirnya saya menikahi gadis tersebut pada tanggal 2 Februari 2002. Tapi pernikahan yang saya jalani tidak seperti pada umumnya. Pernikahan saya disebut Nyentana. Artinya saya tinggal di rumah istri.  Sayangnya, pernikahan saya kandas di tengah jalan. Sebenarnya saya ingin mengubur ingatanku tentang dia, karena dia sekarang sudah menjadi milik pria lain. Saya bercerai dengan Kadek Sudani pada tanggal 21 April 2004 tanpa memiliki seorang anak.

Lagu-lagu Yong Sagita betul-betul penuh kenangan. Ingatanku melayang lagi pada pernikahan dengan mantan istri kedua yang bernama Putu Puja Astuti yang berasal dari Tejakula pada tanggal 2 Februari 2006. Lalu saya bercerai lagi pada tanggal 21 April 2007. Dari pernikahan tersebut, saya memiliki seorang putra yang bernama Gede Raditya Kurniawan yang lahir pada tanggal 28 Oktober 2006 bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda. Sementara lagu Yong Sagita terus bergema di Speaker Bluetooth yang saya putar dalam kamar.

Rikala Sanja Rauh Muan Adine Merawat Di Mata. Manis Kenyem Adine Kadirasa Beli Sing Mekita Nguda. Jalan Jani Lanturang, Mangda Presida Nemu Bagia. Jalan Jani Lanturang, Mangda Presida Iraga Mejangkepan. Itulah sepenggal lirik lagu Kangen Tan Pegatan milik Yong Sagita pria kelahiran Gesing Buleleng pada tanggal 30 November 1961. Kebetulan saya berteman di Fb dengan Bli Yong Sagita. Rupanya Bli Yong Sagita sekarang sedang buka usaha di bidang Kuliner di Denpasar.

Ingatanku melayang lagi pada pernikahan dengan mantan istri ketiga yang berlangsung pada tanggal 3 Juni 2016 yang bernama Nengah Darmiati asal Ulakan Manggis Karangasem. Sebuah desa yang dekat dengan pelabuhan Padangbai. Dan desa Tenganan yang terkenal dengan kain tenun Geringsing. Kemudian saya bercerai lagi pada tanggal 21 April 2018 tanpa memiliki seorang anak.

Jujur, saya kenal dengan dia lewat acara biro jodoh yang disiarkan radio Gema Merdeka Fm Denpasar.  Saya mengirim surat ke stasiun radiio tersebut bahwa saya ingin mencari jodoh. Waktu itu, masih jarang yang memakai Whatsapp. Tiba tiba ada SMS masuk ke ponsel saya. Dia mengaku bernama Nengah Darmiati dari Ulakan. Kemudian saya sering melakukan Chat dengan dia melalui pesan singkat. Dan pernah ketemuan di lapangan Lumintang Denpasar. Beberapa bulan berikutnya akhirnya kami menikah. Penyebab saya bercerai dengan dia gara-gara suatu ketika, dia melontarkan kata-kata yang sangat menyakitkan. Kata-kata itu masih mengiang-ngiang di telinga sampai sekarang. Setiap ingat kata-kata itu, dendamku semakin berkobar bagaikan bara api yang membakar dada.

"Dasar laki-laki kere tapi lagak seperti boss" Begitulah kata-kata istri saya pada saat itu. Sejak saat itu saya sengaja tidur beda kamar dengan dia. Ibu mertua saya juga ikut-ikutan menghina saya " Dasar buruh miskin" Begitulah ucapan mertua saya yang sangat menyakitkan hingga kini sulit saya lupakan.

Sifat asli saya adalah sensitif terhadap kata-kata kasar. Ketika ada orang yang memberi kata-kata kasar pada saya, entah siapa orangnya, entah saudara sendiri, entah ibu mertua, entah istri, saya akan sulit memaafkannya.




Pokoknya saya tidak mau bicara pada orang tersebut sampai mati. Makanya saya berusaha bersikap lembut pada semua orang. Kecuali mereka mendahului bersikap kasar pada saya, saya pun akan bersikap yang sama pada mereka.



Dulu saya pernah bertengkar di proyek bangunan dengan tukang konstruksi bangunan. Jika saya diberi omelan karena saya bodoh dalam kerja, oke, akan saya terima. Tetapi saya tidak terima jika saya diberi kata-kata kasar. Karena hal itu melanggar hak azasi manusia.


Dengan istri ketiga saya juga bersikap sama. Dulu sewaktu pacaran, saya pernah berpesan " Jangan sesekali kamu menghina saya jika saya tidak pandai mencari uang banyak. Jika itu kamu lakukan, silahkan kamu mengambil keputusan untuk bercerai dengan saya. Selain itu, yang paling saya tidak suka adalah memiliki istri suka ngambek, tidak terbuka, dan selalu diam. Jika istri ngambek dan diam, jangan harap saya akan merayunya. Justru saya akan ikut diam dan tidak mau bicara.

Saya juga tidak bangga punya istri pintar cari duit. Karena bagaimanapun juga saya harus punya harga diri. Untuk apa punya istri pandai cari duit dari siang sampai malam? Sampai dia melupakan suaminya. Setelah dia lelah bekerja, malamnya langsung tidur. Seakan-akan tidak ada waktu untuk berkomunikasi dengan suaminya. Walaupun dia bekerja banting tulang, toh uangnya untuk dia sendiri. Uangnya untuk dimakan sendiri. Tapi jika saya punya uang, dia ingin ikut menikmati uang saya.

Namanya saja saya punya istri, tetapi masak sendiri, cuci baju sendiri, buat kopi sendiri, dan tidur sendiri. Sampai saya jatuh sakit pun, saya berobat sendiri. Bahkan ada kegiatan upacara di kampung pun, saya pulang kampung sendiri tanpa ditemani istri. Maka dari itu, pilihan saya untuk bercerai dengan dia sangatlah tepat. Apalagi dia mandul.. Kenapa saya berani dia bilang mandul, karena pernikahan saya dengan istri terdahulu, saya berhasil punya anak.

Sementara lagu Yong Sagita berhenti mengalun bersamaan dengan tulisan ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Buat Mantan Istri.

Indonesia Mendapatkan Julukan Pemain Judi Online Terbanyak Sedunia.